"kabei"- our mother, ibuku
Aku baru nonton film jepang yang bagus banget tentang sebuah keluarga di jepang jaman perang dunia kedua, sekitar awal tahun 1940an, waktu jepang ngelawan Inggris dan Amerika. Kisah ini utamanya tentang perjuangan seorang ibu yang suaminya dipenjara gara-gara berpikiran Amerika dan menentang kekaisaran yang gemar perang dengan pemikirannya.
Mereka dari keluarga Jepang yang memilih untuk hidup sederhana, meskipun berpendidikan tinggi. Sang bapak seorang profesor terkenal dengan pemikiran-pemikirannya yang jadi dosen di universitas. Ibu yang juga lulusan universitas karena dulu berasal dari keluarga terpandang, memilih untuk mementingkan anak-anaknya dan nyambi kerja jadi guru sd yang gajinya tidak seberapa.
Mereka punya dua orang anak perempuan. Dan sudut penceritaan diambil dari cerita anak bungsu tentang ibunya.
Aku gajadi mau nulis dari awal sampai akhir cerita film ini. Tapi mau nulis tentang pendapatku terhadap cerita ini.
Aku seneng sama keluarganya yang sederhana, hidup dirumah biasa yang meskipun sebenarnya mereka bisa tinggal di rumah yang lebih baik daripada itu. Sikap ayahnya yang terus mempertahankan keyakinannya akan kebenaran meskipun kemungkinan dia dihukum mati, bukan berarti dia egois dengan tidak memikirkan nasib istri dan anak-anaknya, tapi sebaliknya, selama dia di penjara, dia tetap membaca surat anak-anakya dan terus menulis tanggapan meskipun surat-suratnya diedit oleh pihak penjara. Ayahnya terus meminta dikirimkan buku-buku dari rumah, agar di penjara ia masih bisa terus membaca meskipun tidak diperbolehkan menulis kecuali untuk keluarganya. Buku-buku Nietzche, buku-buku Goethe, dan banyak lagi.
Yang paling aku suka dari film ini adalah sifat ibu. Yang jadi pemain utama dari film ini. Ia jelas ibu idaman semua orang, istri yang sempurna, dan kalau menurutku, wanita yang luar biasa.
Saat berhadapan dengan semua orang yang menghakimi suaminya karena berpikiran bukan-orang Jepang, ia bisa dengan sopan tidak mencari-cari masalah. Saat berhadapan dengan Ayahnya sendiri yang tidak menyukai suaminya dan tidak menyetujui pernikahannya, ia bisa dengan tegas menolak dan akan terus menunggu kedatangan suaminya dan tidak merasa suaminya melakukan kejahatan sedikitpun, karena suaminya memang mengatakan kebenaran.
Ia melakukan itu semua dengan kelembutan seorang ibu, bukan dengan jalan kasar dan tidak sopan. Disini aku liat si ibu tidak kehilangan dan melepaskan tradisi-tradisi jepang meskipun pemikirannya meluas hingga barat. Sangat jauh berbeda bila dibandingkan Jepang sekarang yang justru maju pesat dengan kemoderenan dan malah menciptakan gaya moderen Jepang yang hampir-hampir seperti Barat.
Aku bilang dia ibu yang sempurna karena semua perhatian yang aku inginkan aku dapatkan dari seorang ibu, dia berikan untuk anak-anaknya, ga ada yang dikeluhkan dari pekerjaan yang dilakukannya sehari-hari karena dia ikhlas. Meskipun dia bekerja, meskipun pikirannya terbuka dan berpikir Barat, dia tidak melupakan anak-anaknya.
Film ini salah satu referensi yang bagus tentang kondisi keluarga-keluarga miskin di internal jepang selama perang dunia kedua. Referensi yang bagus juga tentang keluarga yang berpikiran maju, berjuang mempertahankan kebenaran yang dipercayai, dan terus menghormati tradisi meskipun berpikiran maju.
Dan referesi untuk menjadi ibu impian semua orang, istri yang sempurna, dan wanita yang luar biasa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
aku
- nad
- Jogja, Indonesia
- freeLANDer, freeTHIINKer, freeWRITEr, freeREADer, architect, creativeDESIGNer, PHOTOSHOPer, CORELer, GUITARist, PILOKer, DISCUSSier, EATer, LAUGHer, LOVEr
- aiang aikal
- ardy seto
- arif KA
- asti satu
- denny eko
- dimas agil
- doni
- dwinna
- emel
- erwin jahja
- fikri hidayat
- gandul-gandul
- gilang
- ian
- mas abas
- mas adhi
- mas faaz
- mas fauzi
- mas firman
- mas frizky
- mas hafiq
- mas hilmy
- mas miftah
- mas rendhy
- mas reza
- melyn
- mita
- musyafa
- nasikun
- ninan
- om makbul
- pari
- pras
- raisa
- sau
- si lebah kecil
- sino
- tifa
- yadhi
- zy
0 komen:
Posting Komentar
katakan apa yang kamu pikirkan,