Udah lumayan lama aku ndak nulis tulisan yang secara sadar aku pengen nulis tulisan itu. Biasanya tulisan-tulisannya orderan, kewajiban, atau seperti itulah. Terakhir nulis dari hati pas aku di bis mau ke Jogja. Berarti selama di Jogja, sembilan hari, aku ga nulis? Apa yang aku lakukan?!

Kalau cara dan tingkat produktifku dihitung dari seberapa banyak tulisan yang aku buat setiap harinya, maka tingkat produktifitasku di Jogja sama dengan nol kalo aku ga ke CoffeeBreak. Dan tingkat produktifitasku sama dengan seratus.

Apa alesanku?

Di Jogja aku sibuk. Sibuk apa, Nad? Masak, tidur, luluran, training pemandu nyebelin, ngepel, nyapu, maen, nonton tivi, baca buku. Dan kondisi apa yang bisa bikin kamu nulis?

Ndak ada yang ngajak ngobrol, sendirian, ndak ada tivi, ndak ada hal yang menarik perhatian seperti buku atau laptop, dan satu lagi: keinginan yang kuat.

Semua yang aku ucapin diatas itu alesan omong kosong, huh, ndak punya waktu lah. Justru disaat seperti itulah kamu menulis, nad.

Kamu terlalu terlena dengan kebebasan, keterserahan dirimu dengan seperti apa kamu mau hari itu, saat itu. Terlalu membiarkan semuanya mengalir, hingga lupa dan tidak memiliki arah. Ngomongin apa sih ini? Udah ndak jelas. Haha.

Sembilan hari tanpa menulis itu sembilan hari yang payah. Aku memang sudah berencana bakal ke CoffeeBreak tapi ndak jadi-jadi mau nulis bahkan ndak jadi berangkat.

Nulis di rumah ndak bisa. Kondisinya ndak nyaman, pengen makan, pengen nonton tivi, pengen tidur. Harus kali ya, ada hari tanpa kesia-siaan? Atau hari tanpa gula? Atau hari tanpa tivi? Ide bagus, Nad. Mengkondisikan rumah seperti kondisi CoffeeBreak. Wew, mungkinkah? Sepertinya seru.

Intinya, dengan segala kondisi Jogja yang menarik seperti itu, aku harus tahu, kapan aku harus membuka diri terhadap segala keajaiban Jogja, dan kapan aku harus menutup diri agar aku bisa membaca pikiranku sendiri, agar aku tahu bagaiamana diriku. Di Semarang, di Jogja, atau dimanapun aku berada.

Semoa berhasil, Nad.

Nadia Aghnia Fadhillah
24 Juli 2009