pasar

aku mikirin tentang tulisan ini udah lama, tapi baru ketulis sekarang.

aku meratiin temen-temenku yang perempuan, yang hidup dalam kemoderenan, yang anak kota, yang tidak pernah tahu seberapa menegangkannya masa kecil. yang tidak tahu bagaimana memulai bermain masak-masakan, yang sehabis sekolah ikut les. mereka lebih suka hal-hal yang praktis, yang simpel dan yang moderen. itu kesimpulankuh. karena ada satu kejadian,,,

waktu itu temenku belanja buah buat rujak, buat rujak kan biasanya pake bengukoang, pepaya, nanas, ketimun, yang dengan mudah dan murahnya sering di jumpai di pasar" tradisional, tapi tidak, temen-temenku membeli buah di supermarket, yang yah, memang, sudah dikupas, sudah ditimbang, tapi tidak ada seninya menurutku.
seorang perempuan harus bisa menawar, harus bisa ke pasar, harus bisa melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan perempuan. aku mengkin kurang bisa menawar, tapi menawar itu mengasikkan!
dan aku mulai merasa, teman-temanku mulai kehilangan keperempuanan mereka, kehilangan sesuatu yang seharusnya dimiliki seorang perempuan, bukan sesuatu yang instan.

trus adalagi kejadian kedua,
waktu mobil yang aku tebengin melewati sebuah pasar tradisional, aku tiba-tiba nanya sama temenku yang asli orang sana, "eh ***, disini yang murah jualan apaan?" temenku bilang "gatau, aku ga pernah beli di sana" aku bantah, "ya walaupun kamu gapernah beli disana kan paling ngga kamu pernah denger-denger disini yang murah apaan ***" "gatau nad, ngapain nanya-nanya" suasana mulai ngga enak, aku ga suka sama sikapnya yang sok moderen itu. aku mungkin bisa ngelanjutin pertengkaran kami, tapi tidak, aku seharusnya tahu dia memang seperti itu. lalu aku bilang, "kan gapapa, aku aja tahu di Semarang, mana pasar yang murah sayur-sayurannya, mana pasar yang murah makanannya, mana pasar yang banyak pilihannya. ah udah ah."

kejaidian ketiga, membuktikan bahwa mereka berpikiran terlalu sempit atas apa yang aku katakan.
"waaahh,, ada pasar,, aku seneng ngeliat pasar" kataku, masih di dalam mobil yang sama. "suka sama pasar? pasar itu tempatnya setan-setan" temenku bilang. wew! "masa sii? kenapa?? padahal aku suka pasar?" hiks. "gatau, di dalem hadist begituh" kata temenku yang satu lagi. "masa sii?? kenapa?? pasti kan ada alesannya??" masih tidak percaya dan terus mencari kebenaran. "kan isinya urusan dunia semua," kata temenu yang tahu jawabannya. hum,,, *aku mikir* padahal maksudku kan bukan begitu. maksudku bukan aku terlalu memikirkan urusan dunia.

maksudku itu, aku senang ngeliat pasar di desa-desa terpencil kayak gini, pasar yang rame kan memperlihatkan kesejahteraan rakyatnya yang juga oke, bisa membeli dan menjual. bisa mendapatkan makanan dan itu berarti tidak kelaparan, bisa menjual makanan berarti mereka hidup makmur. toh di desa-desa terpencil, sesuatu yang bisa menggerakkan suatu desa adalah pasarnya. pasar yang aku mksud tadi bukan dilihat dari urusan dunia semua, tapi maksudku adalah pasar sebagai salah satu tolak ukur kesejahteraan rakyat. bukankah aku pantas bahagia ketika ngeliat pasar yang rame??

kalo bukan ibu-ibu ini (temen-temenku yang perempuan, aku sering memanggil mereka ibu-ibu, biar tidak kehilangan keperempuanan mereka) yang meramaikan pasar tradisional dan membagi rejeki pada pedagang-pedagang desa, siapa lagi? apakah ibu-ibu moderen harus memilih pasar yang seluruh uangnya diberikan pada satu orang yang jelas sudah kaya raya dan dia berhak mematok harga seenaknya tanpa bisa ditawar??

0 komen:

Posting Komentar

katakan apa yang kamu pikirkan,

aku

Foto saya
Jogja, Indonesia
freeLANDer, freeTHIINKer, freeWRITEr, freeREADer, architect, creativeDESIGNer, PHOTOSHOPer, CORELer, GUITARist, PILOKer, DISCUSSier, EATer, LAUGHer, LOVEr

fans-fansku, hehe

blog yang lain

tulisan masa lalu

kamu orang ke:

Counter