jadi istri, jadi ibu, punya bayi
wuh, pengen banget, jadi istri, jadi ibu, punya bayi,krn kodratku emang seorang perempuan, tapi ngga sekarang. masi banyak yang harus aku lakukan buat kesana.
temen-temenku yang islamnya beneran (emang islamku maen-maen?? hehe),sering banget cerita-cerita tentang nikah muda, dan mereka pengen nikah muda, karena nikah muda itu banyak keuntungannya. hehe. biasanya aku yg ngedengerin jadi pengen juga. hehe.
pengen bneran, pan udah ada calonnya, heheu, (jadi malu,,,)
tapi, ada tapinya nih bos,
diriku yang segini masi kecilnya (kalo diliat dari bulan) dan udah gede perawan kita ini (kata sodara" nenek di betawi), belum siap seratus persen untuk berumah tangga. mungkin yang kuinginkan baru sekedar, hubunganku dengan dirinya disahkan dan tidak bakal terjadi hal-hal yang dilarang, mungkin baru sekedar gitu doang meskipun aku memang serius sayang dan cinta sama dia (ciieee..)
kalo diliat dari seseorang itu dulu ya bos (sengaja aku ga menuliskan namanya disini, karena begini aja aku udah tau dia lagi tersipu-sipu disebelah sana), dia, meskipun baru 17tahun dan mei nanti 18tahun, bilang dirinya belum siap dan sedang berusaha bekerja lebih keras lagi untuk memiliki rumah buat kami (so sweet,,, ^^) jadi dia juga belum siap. lagipula, aku kuliah di Jogja, dia kerja di Jakarta, gimana bisa nyatuinnya serumah? siapa yang mengorbankan siapa? dia masi punya tanggungjawab banyak sama keluarganya, masi banyak, sekarang aku seharusnya bukan menambah bebannya, seharusnya aku mendampinginya dan membantunya.
kalo dari diriku sendiri, aku masih kuliah semester satu, masih banyak tugas-tugas yang harus aku hadapi dan mungkin kalau aku menikah, kewajibanku sebagai istri mungkin bakal terabaikan, dan aku tidak ingin begitu. aku masih punya banyak tugas yang harus aku selesaikan sebelum aku menikah dan punya anak. mungkin sebelum punya anak aku masih bisa melakukan tugas itu, namun tidak setelah punya anak, aku berkomitmen akan mencurahkan seluruh hidupku pada suamiku dan anak-anakku.
aku ingin kuliah, melanjutkan ke Belanda, dan aku tidak tahu, apakah seharusnya pada saat itu aku sudah menikah atau belum,, apa mungkin aku meninggalkan suamiku dan mungkin anakku untuk kuliah ke Belanda, atau mungkin aku membawa suamiku ke sana juga? atau, entahlah,, aku juga belum punya banyak ilmu yang bisa dijadikan landasan menjadi istri yang baik dan menjadi ibu yang baik. masi banyak yang harus aku pelajari. masih banyak yang harus aku cari.
masih banyak mimpi yang belum aku selesaikan sendiri sebelum aku mendapatkan tanggungjawab lainnya untuk membaktikan diri pada suami dan anak-anakku, mungkin 3tahun atau 4tahun lagi aku berencana menikah. jadi nad, siapkan dan selesaikan tugas-tugasmu dulu sebelum kamu menikah.
segera selesaikan dan bersegeralah. ^^
aku
- nad
- Jogja, Indonesia
- freeLANDer, freeTHIINKer, freeWRITEr, freeREADer, architect, creativeDESIGNer, PHOTOSHOPer, CORELer, GUITARist, PILOKer, DISCUSSier, EATer, LAUGHer, LOVEr
- aiang aikal
- ardy seto
- arif KA
- asti satu
- denny eko
- dimas agil
- doni
- dwinna
- emel
- erwin jahja
- fikri hidayat
- gandul-gandul
- gilang
- ian
- mas abas
- mas adhi
- mas faaz
- mas fauzi
- mas firman
- mas frizky
- mas hafiq
- mas hilmy
- mas miftah
- mas rendhy
- mas reza
- melyn
- mita
- musyafa
- nasikun
- ninan
- om makbul
- pari
- pras
- raisa
- sau
- si lebah kecil
- sino
- tifa
- yadhi
- zy
2 komen:
Yang perlu Nad ingat, zina tidak terbatas hanya zina farji. Rosul bersabda ada zina tangan, zina mata, zina telinga, dan yang paling sulit dihindari zina hati.
Sementara Allah berfirman "Jauhi Zina", bukan "Jangan Lakukan Zina". Jauhi artinya bukan sekedar tidak melakukan, tapi tidak mendekati. Ya, kan ?
Resiko utama bagi yang menunda menikah padahal sudah ada calon adalah sangat sulit menghindari Zina, termasuk yang jarak jauh. Bukankah "Semakin lama kita berpisah, semakin mesra saat berjumpa" seperti kata Rhoma Irama.
Saya percaya Nad merasa mampu menjaga diri. Tapi yang perlu Nad ingat adalah kemesraan lawan jenis itu ibaratnya seperti Narkoba / Khamr / Judi / Game atau sejenisnya. Kita pasti tidak mau menjadi pecandu. Tapi sekali kita mencoba mencicipi sedikit saja, pasti kita akan ketagihan untuk mencicipi lebih banyak, dan ujungnya kita menjadi tidak bisa lepas darinya.
Pepatah barat bilang, "When Wine In, Wise Out"
Kisah muslim - muslimah yang pacaran kebablasan ya seperti ini. Mereka jauh dari bayangan ingin ke sana. Tapi yang mereka tidak tahu adalah ternyata begitu kemesraan lawan jenis sudah dimulai sejengkal, lenyaplah akal sehat kita. Yang ada di pikiran hanya godaan setan "Tidak apa - apa jika sekali dan bukan farji ketemu farji".
Kemudian nafsu akan meminta untuk mengulangi sehingga menjadi biasa.
Lalu nafsu akan minta tambah menjadi sehasta.
Begitu berulang sehingga tidak ada lagi yang tersisa.
Allah memang memberikan karunia yang luar biasa kepada manusia berbentuk kemesraan lawan jenis ini, sehingga pantas disebut sebagai "Surga di Dunia".
Kepada wanita, Allah memberikan keindahan, kemerduan, kehalusan, bahkan keharuman dan kelezatan pada tubuhnya, sehingga lelaki akan merasa melayang ke langit setiap mengindrai wanita. Si lelaki menjadi mabuk ingin "melahap" si wanita lebih banyak lagi.
Sebaliknya lelaki tidak dikarunia hal yang sama, bagi wanita pengaruh mabuk karena mengindrai lelaki relatif kecil.
Tapi wanita juga dikaruniai Allah begitu banyak kepekaan, sehingga tatapan, pujian, dan sentuhan yang datang dari lelaki tercinta yang akan membuatnya merasa melayang kelangit. Si wanita menjadi mabuk ingin mendapat lebih banyak lagi.
Lelaki (atau wanita) yang baru pertama merasakan membelai (atau dibelai) lawan jenis, pasti akan merasa "luar biasa", seperti melayang rasanya. Meski akal sehat akan menyalahkan, tapi akal sehat ini akan tidak bisa berkutik akibat desakan keinginan merasakan kemesraan tersebut. Apalagi kalau situasi mendukung. Itu baru belaian saja.
Euphoria kemesraan lawan jenis memang sangat dahsyat.
Sehingga begitu seorang wanita sejati mau dibelai oleh lelaki tercinta, maka sesungguhnya kehormatannya tinggal terserah si lelaki.
Saya sebut "wanita sejati" karena yang mampu tetap berpikir bagus justru para wanita yang punya kadar kemaskulinan tinggi :-)
Di sisi lain, sebetulnya kesiapan menikah itu relatif. Saya pribadi merasa sudah mempersiapkan diri sebelum menikah. Seperti saya sudah belajar tentang pendidikan anak sejak sepuluh sebelum menikah. Namun ternyata, apa yang harus saya lakukan menyambut bayi baru lahir baru saya pelajari setelah bayi tersebut lahir. Jadi jangan merasa sudah siap, karena persiapan tersebut Insya Allah terbukti kurang banyak :-) Namun juga jangan merasa tidak siap. Lebih baik lakukan persiapan sebaik mungkin dan tawakal, Insya Allah kekurangan kita akan Allah tutupi.
Termasuk soal kekurangan dana. Pengalaman saya, saya baru tahu setelah menikah bahwa ternyata uang seserahan saya hanya sepertiga dari minimal menurut tradisi. Padahal seharusnya berlipat - lipat dari minimal tersebut. Allah rupanya menolong saya dengan ketidaktahuan saya atas tradisi tersebut (sehingga saya PeDe saja mengajukannya :-) dan Allah menyediakan seorang dari keluarga istri menjadi pembela saya.
Menikah sebelum lulus memang banyak tantangannya, tapi sebetulnya yang lebih banyak yang hikmahnya. Menurut saya, ambil yang mudah saja. Seperti, nggak harus begitu menikah langsung tinggal bersama. Kewajiban nafkah suami ke istri, ya semampunya saja.
Tantangan terberat menurut saya ya hamil dan melahirkan sebelum lulus. Namun Allah tidak pernah memberi tantangan kepada hambanya melebihi kemampuan hambanya. Jadi kalau kita tidak mampu menjalani hamil dan melahirkan sebelum lulus, Insya Allah ya tidak. Tapi kalau kemudian terjadi, berarti ya kita pasti mampu.
Oh, sejauh yang saya tahu, bayi yang lahir ketika ibunya sedang sibuk kuliah, biasanya jenius.
Seperti pengalaman HTR berikut ini
(fitrivai.wordpress.com/2007/11/05/tulisan-helvy-baca-yuk/)
Jadi saran saya:
1. Percayalah bahwa kalau kita meminta kepada Allah secara benar, Allah akan menikahkan kita pada waktu yang tepat dengan orang yang tepat. Jadi lebih baik kita bertekad menikah secepatnya. Kalau Allah merasa kita lebih baik menikah setelah lulus, Insya Allah kita tetap baru menikah setelah lulus. Kalau kemudian Allah menikahkan kita sebelum lulus, Insya Allah itu berarti kita akan mampu menjalaninya juga.
2. Adalah sunatullah bahwa wanita sejati tidak mampu mengendalikan diri ketika perasaan melayang akibat sentuhan lelaki tercinta. Maka jangan sekali - kali "merasa mampu menahan godaan" karena itu termasuk sikap sombong. Sebaliknya kita harus bersikap merendah, merasa kehormatan kita masih melekat hanya karena pertolongan Allah saja, sehingga kita lebih banyak ingat ke Allah. Semoga sikap merendah ini menjadikan Allah tidak menguji kita dengan "godaan yang tak tertahankan".
3. Tidak pacaran. Suruh dia melakukan khitbah ke orang tua. Khitbah tidak harus diartikan upacara melamar, tapi artikan sebagai keseriusan untuk menjadikan istri.
4. Selama belum menikah, tidak melakukan komunikasi dan pertemuan dengan si dia kecuali untuk urusan lamaran, pernikahan, dan rencana rumah tangga.
5. Selama belum menikah, jalankan secara terus menerus puasa Senin - Kemis sebagai benteng nafsu kita.
wew!
Posting Komentar
katakan apa yang kamu pikirkan,